”China menyiapkan dana besar ke ASEAN, termasuk untuk Indonesia. Kami mendorong proyek yang meningkatkan konektivitas antarwilayah, antara lain Jembatan Selat Sunda,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Kamis (8/4).
Guna menarik investor China, Indonesia menawarkan investasi di infrastruktur dan pengembangan industri manufaktur. Dana asal China tersebut akan dipertukarkan dengan mata uang negara masing-masing.
Ada dua opsi yang bisa diambil terhadap status dana dari China, yakni menjadi dana investasi atau pinjaman proyek. ”Kami belum tahu seperti apa skema yang tepat. Namun, kami menyiapkan profil proyeknya,” ungkap Hatta.
Pemerintah telah memegang lima kajian pembangunan Jembatan Selat Sunda, dibangun berupa jembatan, terowongan dasar laut, atau terapung di bawah permukaan laut seperti terowongan yang menghubungkan Inggris-Perancis saat ini.
Jika opsi terowongan yang dipakai, nilai investasinya Rp 49 triliun, jangka waktu pemakaian 20 tahun. Adapun jika berupa jembatan, butuh investasi Rp 117 triliun, tetapi daya tahannya sanggup menampung lonjakan kendaraan hingga 100 tahun.
Pada 2050 diprediksi arus lalu lintas di jalur itu 57.600 kendaraan per hari. Jika mengandalkan penyeberangan feri seperti saat ini, maksimal hanya melayani
18.000 kendaraan per hari. Sementara jika dilakukan kombinasi feri dan terowongan, masih 32.900-49.500 kendaraan per hari pada 2050 yang tidak dapat tertampung di penyeberangan Selat Sunda.
Berdasarkan pertimbangan itu, opsi membangun jembatan menjadi pilihan karena bisa menampung semua kendaraan hingga 100 tahun terhitung sejak 2030, saat jembatan selesai dibangun. Jembatan akan dibangun dengan enam jalur untuk dua arah, dilengkapi rel ganda kereta api.
Bentuk kelompok kerja
Terkait hubungan dagang dengan China, kata Hatta, ia akan membentuk kelompok kerja Indonesia-China, yang membahas keluhan industri yang memproduksi 228 jenis produk. Produk- produk itu bakal terkena perdagangan bebas ASEAN-China.
Saat ini neraca perdagangan Indonesia ke China defisit. Ini karena ada impor peralatan untuk proyek pembangkit listrik 10.000 MW yang sangat besar. ”Peralatan itu harus impor meskipun tidak dari China, mungkin dari Eropa,” ujar Hatta.
Ekonom Iman Sugema menegaskan, persaingan dengan China harus dimenangi karena setiap penurunan daya saing akan berdampak pada penambahan pengangguran di Indonesia meski di sisi lain, munculnya barang buatan China membuat kesejahteraan rakyat meningkat.
”Harga barang China murah sehingga daya beli masyarakat membaik. Namun, terjadi tekanan di sisi produsen,” ungkap Iman.
0 komentar:
Posting Komentar